Senin, 24 Mei 2010

Menghasilkan dolar dari menggambar

Meraup Dolar dari Hobi Gambar Di usianya yang terbilang masih relatif muda, Wahyu Aditya sudah bisa memiliki bisnis sendiri dan meraup laba yang cukup besar. Ia terinspirasi karena sering menyaksikan acara TV “Gemar Menggambar” yang ditayangkan di TVRI era 70-an. Dengan modal yang cukup di bidang desain grafis dan animasi, ia menjadi peran utama dalam berbisnis desain grafis dan animasi di tanah air. Sehingga kini ia memiliki sekolah desain dan animasi di tanah air. Adit, itulah sapaan akrabnya, ia mulai menggebrak dunia animasi internasional sejak mendapatkan penghargaan bergengsi Internasional Young Screen Enterpreneur of the Year 2007 di Inggris. Event ini diselenggarakan oleh British Council di Apollo Theatre West End London, ia berhasil mengungguli saingannya dari India, Cina, Brazil, Polandia, Slovenia, Lithuania, Nigeria, dan Libanon. Dewan juri menilai bahwa adit telah berhasil menggabungkan kreativitas, idealisme, dan bisnis di usianya yang masih muda. Pada saat itu usianya masih 27 tahun, namun ia sudah berhasil mendirikan sekolah film HelloMotion dan memprakarsai festival film animasi HelloFest. Adit dinilai mampu menciptakan peluang pasar sendiri, beberapa brand komersial sudah pernah ditanganinya, antara lain PLN, Busway, kampanye pemilu, Jakarta International Film Festival (JIFFEST) dan Pertamina. KISAH MENGGAMBAR DI DINDING Adit sudah gemar menggambar sejak SD, ketika ia menjadi murid kelas 1 SD Cor Jesu 1 Malang. Waktu itu ia pernah mengirim gambar kepada Tino Sidin, tokoh legendaries yang mengasuh acara “Gemar Menggambar” di TVRI. Sayangnya, gambar adit tidak pernah terpilih untuk ditayangkan. Setelah menginjak kelas VI SD, ia rajin mengisi buku tulisnya dengan berbagai gambar dan cerita. Ia suka menyulap buku tulisnya menjadi majalah dengan menciptakan ilustrasi sederhana dari berbagai tokoh rekaannya. Tapi nama tokohnya diplesetkan dengan tetap mengambil inspirasi dari lingkungannya, misalnya Lima Sekawan menjadi Enam Sekawan. Kemudian ilustrasi di buku itu lantas disebarkan ke kawan sekelasnya. Menginjak Smp, ia dipercaya mengelola satu rubrik khusus untuk majalah sekolah yang isinya tentang keadaan sekolah itu. Hobi menggambar terus berlanjut sampai SMA, bahkan dinding sekolah pun ia gambar. Ketika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, ia dengan tegas memilih “Ingin kuliah di tempat yang tidak ada matematikanya,” ucap anak kedua dari pasangan Sanarto Santoso dan Tri Astuti ini. Akhirnya adit menuntut ilmu di Advanced Diploma of Interactive Multimedia-KvB Institute of Tech, Sydney, Australia, untul mempelajari multimedia. Ia pernah magang di Indonesia di sebuah percetakan sablon selama dua bulan, pemilik percetakan melihat karyanya jauh di atas kelasnya dan kemudian mengarahkan adit untuk magang di Broadcast Desain Indonesia kawasan Jakarta Selatan. Di sana, ia hanya mengamati pembuatan video dan tehnik mengedit. Karier adit selepas kuliah dimulai sebagai creative designer dan animator di Trans TV pada tahun 2000-2002. Sebagai best student di KvB Institute of Tech, ia bisa saja melanjutkan hidup di negeri Kangguru. “Tapi saya tidak betah hidup di Australia,” katanya. Setelah bekerja di Trans TV, akhirnya adit memilih freelance dari animator, sutradara ataupun produser. Proyek pertama yang ditanganinya adalah klip video Padi yang bejudul ‘Bayangkanlah’. Klip ini berhasil memenangkan “Best Video Clip of The Month” Video Music Indonesia 2002 dan sejak itu tawaran demi tawaran mengalir padanya. MERINTIS JALAN SEPI Bersama tujuh orang kawannya ia membuat perusahaan yang bergerak di bidang jasa, tapi usaha ini tidak berjalan mulus dan gagal. “Kumpulan orang pintar tapi tak ada naluri bisnis,” kata adit menyimpulkan kegagalan saat itu. Dan karena kegagalan itu, kini ia mulai mengambil langkah yang sebetulnya terbilang nekat. Dengan bekal pinjaman bank sebesar Rp 400 juta, ia membangun lembaga kursus animasi. Tekad itu diwujudkan dengan keikutsertaannya pada sebuah pameran pendidikan di Semanggi Expo, Jakarta Selatan. Di sana, ia menemukan ada 41 orang yang berminat menjadi muridnya. Ini menjadi langkah awal bagi adit untuk mendirikan HelloMotion Inc, School of Animation and Cinema. Pemilihan kata dalam bahsa Inggris oleh finalis Short Film Festival di Tokyo Jepang tahun 2004, ini dimaksudkan agar ia dapat membuka franchise ke luar negeri. Berdiri sejak lima tahun lalu, lembaga pendidikan ini masih sepi. Dari modal sebesar Rp 400 juta, kini adit telah meraup keuntungan 18% per tahun. Samapi saat ini , sudah ada sekitar 800-an siswa telah diluluskan, satu kelas diisi 10 siswa dan ada 20 instruktur yang handal di bidangnya. Selain itu, ia sempat membentuk Kementrian Desain Republik Indonesia (KDRI-www.kdri.web.id) yang bertujuan mengubah Indonesia dengan caranya sendiri. Di sini, para volunteer di mana pun bias mengirimkan desain karya mereka . HELLOMOTION “Animasi kita masih kalah jauh dari Korea, Cina dan India. Animasi di Indonesia secara indusri masih di kategori periklanan. Untuk industri layar lebar atau TV masih banyak PR yang harus dikerjakan,” ungkap arek Malang kelahiran 4 Maret 1980 ini. Pada tahun 2004, di Indonesia memang belum ada sekolah animasi, industri inilah yang kemudian digarap oleh adit. Ia yakin, dengan menndirikan sekolah animasi, konten animasi local di televise dalam negeri bias bertambah dan industri animasi dapat lebih maju. Sehingga akan semakin banyak warga negara yang meningkat kualitas hidup dan kesejahteraannya. Kini, HelloMotion mempunyai misi menggalakan budaya motion picture art mulai diperhitungkan di industri animasi tanah air. Peraih berbagai penghargaan bergengsi ini tengah mengembangkan tim promosi dan pemasaran. Salah satunya dengan membuat situs www.menteridesainindonesia.blogspot.com yang ternyata cukup efektif untuk promosi. Sumber : Rhenald Kasali Wirausaha Muda Mandiri Ketika Anak Sekolahan Berbisnis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar